'>

Jumat, 17 Juni 2011

Rabu, 15 Juni 2011

Lambang Nahdlatul Ulama (NU) dan Maknanya

Kode Iklan Anda disini
Nahdlatul Ulama adalah merupakan jam’iyah yang didirikan di Kertopaten, Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M. Pertemuan itu, dihadiri oleh ulama se Jawa dan Madura dan diprakarsai oleh K.H. Abdul Wahab Hasbullah yang sekaligus sebagai tuan rumah.
Lambang
Dalam Anggaran Dasar NU, Pasal 4, disebutkan “Lambang Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali tersimpul, dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima) bintang terletak melingkari di atas n-u-lambanggaris katulisitiwa, yang terbesar diantaranya terletak di tengah atas, sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak melingkar di bawah katulisitiwa, dengan tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf Arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri, semua terlukis dengan warna putih di atas dasar hijau.”
Arti Lambang
a. Gambar bola dunia
melambangkan tempat hidup, tempat berjuang, dan beramal di dunia ini dan melambangkan pula bahwa asal kejadian manusia itu dari tanah dan akan kembali ke tanah.
b. Gambar peta pada bola dunia merupakan peta Indonesia
melambangkan bahwa Nahdlatul Ulama dilahirkan di Indonesia dan berjuang untuk kejayaan Negara Republik Indonesia.
c. Tali yang tersimpul
melambangkan persatuan yang kokoh, kuat;
Dua ikatan di bawahnya merupakan lambing hubungan antar sesama manusia dengan Tuhan;
Jumlah untaian tali sebanyak 99 buah melambangkan Asmaul Husna.
d. Sembilan bintang yang terdiri dari lima bintang di atas garis katulistiwa dengan sebuah bintang yang paling besar terletak paling atas,
melambangkan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin umat manusia dan Rasulullah;
Empat buah bintang lainnya melambangkan kepemimpinan Khulaur Rasyidin yaitu Abu Bakar Ash Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Empat bintang di garis katulisitiwa melambangkan empat madzab yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali.
Jumlah bintang sebanyak 9 (sembilan) melambangkan sembilan wali penyebar agama Islam di pulau Jawa.
e. Tulisan Arab “Nahdlatul Ulama”
menunjukkan nama dari organisasi yang berarti kebangkitan ulama. Tulisan Arab ini juga dijelaskan dengan tulisan NU dengan huruf latin sebagai singkatan Nahdlatul Ulama.
f. Warna hijau dan putih
warna hijau melambangkan kesuburan tanah air Indonesia dan warna putih melambangkan kesucian.
Sumber :
1) Anggaran Dasar NU
2) Pendidikan Aswaja/Ke-NU-an Jilid I, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jatim.

KH. Ridlwan. Pencipta Lambang NU

Kode Iklan Anda disini
Secara kebetulan, sehari sebelum Mu’tamar digelar, Kiyai Ridlwan Abdullah mendapatkan petunjuk lewat mimpi seusai melaksanakan sholat Istikhoroh. Dalam mimpi itu muncul gambar bola dunia yan dilingkupi tali dan sembilan bintang. Keesokan harinya petunjuk itupun di gambar oleh Kiyai Ridlwan di atas selembar kain dan ditambahi tulisan arab Nahdlotul Ulama sebagai hasil kreasinya. Setelah jadi, gambar tersebut disodorkan kepada para kiyai dan serentak mereka menyetujui. Maka jadilah lambang NU seperti yang kita kenal dan kita lihat sekarang ini.
Sang Pencipta Lambang Nahdlotul Ulama’ yang elegan itu adalah anak sulung dari enam bersaudara dari pasangan Kiyai Abdullah dan Nyai Marfu’ah, lahir di kampung Carikan Praban Surabaya pada tanggal 01 Januari 1885 dan wafat pada tahun 1962. Dimakamkan di Tembok, Surabaya.
Setelah lulus dari sekolah setingkat Sekolah Dasar, beliau mondok di sejumlah pesantren, diantara salah satunya adalah di pesantren Syaikh Kholil Bangkalan. Beliau ikut ndalem Syaikh Kholil, membantu urusan rumah tangga Syaikh Kholil, seperti bersih-bersih rumah, mencuci pakaian dan mengasuh putera Syaikh Kholil dan lain-lain. Setelah lama nyantri di pesantren Syaikh Kholil dan membantu urusan rumah tangga Syaikh Kholil, suatu ketika Syaikh Kholil berteriak “Maling, maling….! sambil menuding kearah Kiyai Ridlwan. Serentak saja ia lari pontang panting demi menghindari amukan para santri yang membawa alat pukul sekenanya. Untung Kiyai Ridlwan berhasil lolos, sehingga tidak babak belur diamuk para santri.
Sampai dirumah diceritakanlah apa yang terjadi kepada orang tuanya yang terkejut melihat penampilan anaknya yang dekil dan lusuh. Mendengar itu, ayahnya pergi ke Bangkalan guna melakukan klarifikasi. Alangkah kagetnya Kiyai Abdullah, sebelum satu patah kata-pun diucapkan, Syaikh Kholil Bangkalan sudah berkata terlebih dahulu “Anakmu itu nakalan, wong sudah pinter, sudah banyak menguasai ilmuku, kok masih betah di sini, kalau tidak pakai cara itu, dia tidak akan mau pulang” jelas Waliyullah itu. Subhanalloh.
Setelah itu Kiyai Ridlwan meneruskan belajarnya di Tanah Suci. Bahkan sempat dua kali, pertama dari tahun 1901 sampai tahun 1904, dan yang kedua dari tahun 1911 sampai tahun 1912. Maka mulai dari tahun 1912 inilah, beliau pulang ke Tanah Air dan menetap di Surabaya.
Semasa hidupnya Kiyai Ridlwan sempat menikah dua kali. Dari pernikahan pertama lahir KH. Mahfudz, KH. Dahlan (keduanya anggota TNI) dan Afifah. Setelah sang istri wafat, beliau menikah lagi hingga lahir juga tiga anak, yaitu KH. Mujib Ridlwan, KH. Abdullah Ridlwan dan Munib.
Kiyai Ridlwan dikenal sebagai kiyai yang low profile, baik dalam bermasyarakat maupun dalam berorganisasi,  bersahaja dan sederhana. Meskipun di rumah mertuanya tersedia beberapa kereta kuda bahkan ada juga sepeda motor, untuk keluar rumah, Kiyai Ridlwan lebih memilih berjalan kaki dengan kitab salaf ditangan kanan dan payung hitam ditangan kirinya. Biasanya, dibelakangnya ikut satu dua anak kecil yang dengan setia mengikutinya, baik sekedar untuk bermain hingga menghadiri pengajian yang dipimpinnya. Nampaknya, gemerlap harta tidak membuat Kiyai Ridlwan terlena (bahkan dikemudian hari, beliau rela menjual beberapa tokonya demi NU). Hari-hari beliau disibukkan dengan hal-hal ukhrowi. Hampir tiap malam beliau mengisi pengajian dari musholla atau masjid satu ke lainnya, masuk keluar kampong.
Beliau adalah salah satu motor penggerak lahirnya Nahdlotul Ulama, selain KH. Wahab Hasbullah dan Mas Alwi. KH. Wahab Hasbullah dengan gagasan-gagasan cemerlangnya, Mas Alwi dengan usulan namanya dan KH. Ridlwan Abdullah dengan desine lambangnya. Saduran bebas dari Risalah NU

Kyai Haji Hasyim Asy'ari : Pendiri NU (Seri Biografi Ulama)

Kode Iklan Anda disini

Jombang l933. Terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy’ari dengan KH Mohammad Cholil, gurunya. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, begitu kiai dari Madura ini populer dipanggil. Kiai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.” Tanpa merasa tersanjung, Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan,” katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kiai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri.

Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan ke kaki gurunya.

Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kiai Hasyim juga Kiai Cholil; adalah kemuliaan akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita.
Mbah Cholil adalah kiai yang sangat termasyhur pada jamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan Madura ini.
Sedangkan Kiai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja ia pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, kakek Abdurrahman Wachid (Gus Dur) ini terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits. Setiap Ramadhan Kiai Hasyim punya ‘tradisi’ menggelar kajian hadits Bukhari dan Muslim selama sebulan suntuk. Kajian itu mampu menyedot perhatian ummat Islam.
Maka tak heran bila pesertanya datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk mantan gurunya sendiri, Kiai Cholil. Ribuan santri menimba ilmu kepada Kiai Hasyim. Setelah lulus dari Tebuireng, tak sedikit di antara santri Kiai Hasyim kemudian tampil sebagai tokoh dan ulama kondang dan berpengaruh luas. KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, KH. R. As’ad Syamsul Arifin, Wahid Hasyim (anaknya) dan KH Achmad Siddiq adalah beberapa ulama terkenal yang pernah menjadi santri Kiai Hasyim.
Tak pelak lagi pada abad 20 Tebuireng merupakan pesantren paling besar dan paling penting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku ‘Tradisi Pesantren’, mencatat bahwa pesantren Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syekh (tuan guru besar) kepada Kiai Hasyim.
Karena pengaruhnya yang demikian kuat itu, keberadaan Kiai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang berusaha untuk merangkulnya. Di antaranya ia pernah dianugerahi bintang jasa pada tahun 1937, tapi ditolaknya. Justru Kiai Hasyim sempat membuat Belanda kelimpungan. Pertama, ia memfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci). Belanda kemudian sangat kerepotan, karena perlawanan gigih melawan penjajah muncul di mana-mana. Kedua, Kiai Hasyim juga pernah mengharamkan naik haji memakai kapal Belanda. Fatwa tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama secara luas. Keruan saja, Van der Plas (penguasa Belanda) menjadi bingung. Karena banyak ummat Islam yang telah mendaftarkan diri kemudian mengurungkan niatnya.
Namun sempat juga Kiai Hasyim mencicipi penjara 3 bulan pada l942. Tidak jelas alasan Jepang menangkap Kiai Hasyim. Mungkin, karena sikapnya tidak kooperatif dengan penjajah. Uniknya, saking khidmatnya kepada gurunya, ada beberapa santri minta ikut dipenjarakan bersama kiainya itu.

Mendirikan NU
Kemampuannya dalam ilmu hadits, diwarisi dari gurunya, Syekh Mahfudh at-Tarmisi di Mekkah. Selama 7 tahun Hasyim berguru kepada Syekh ternama asal Pacitan, Jawa Timur itu. Disamping Syekh Mahfudh, Hasyim juga menimba ilmu kepada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabau. Kepada dua guru besar itu pulalah Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, berguru. Jadi, antara KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan sebenarnya tunggal guru.
Yang perlu ditekankan, saat Hasyim belajar di Mekkah, Muhammad Abduh sedang giat-giatnya melancarkan gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Dan sebagaimana diketahui, buah pikiran Abduh itu sangat mempengaruhi proses perjalanan ummat Islam selanjutnya. Sebagaimana telah dikupas Deliar Noer, ide-ide reformasi Islam yang dianjurkan oleh Abduh yang dilancarkan dari Mesir, telah menarik perhatian santri-santri Indonesia yang sedang belajar di Mekkah. Termasuk Hasyim tentu saja.
Ide reformasi Abduh itu ialah
Pertama mengajak ummat Islam untuk memurnikan kembali Islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang sebenarnya bukan berasal dari Islam.
Kedua, reformasi pendidikan Islam di tingkat universitas;
ketiga, mengkaji dan merumuskan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan kehidupan modern;
keempat, mempertahankan Islam.
Usaha Abduh merumuskan doktrin-doktrin Islam untuk memenuhi kebutuhan kehidupan modern pertama dimaksudkan agar supaya Islam dapat memainkan kembali tanggung jawab yang lebih besar dalam lapangan sosial, politik dan pendidikan. Dengan alasan inilah Abduh melancarkan ide agar ummat Islam melepaskan diri dari keterikatan mereka kepada pola pikiran para mazhab dan agar ummat Islam meninggalkan segala bentuk praktek tarekat.
Syekh Ahmad Khatib mendukung beberapa pemikiran Abduh, walaupun ia berbeda dalam beberapa hal. Beberapa santri Syekh Khatib ketika kembali ke Indonesia ada yang mengembangkan ide-ide Abduh itu. Di antaranya adalah KH Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan Muhammadiyah. Tidak demikian dengan Hasyim. Ia sebenarnya juga menerima ide-ide Abduh untuk menyemangatkan kembali Islam, tetapi ia menolak pikiran Abduh agar ummat Islam melepaskan diri dari keterikatan mazhab. Ia berkeyakinan bahwa adalah tidak mungkin untuk memahami maksud yang sebenarnya dari ajaran-ajaran al-Qur’an dan Hadist tanpa mempelajari pendapat-pendapat para ulama besar yang tergabung dalam sistem mazhab. Untuk menafsirkan al-Qur’an dan Hadist tanpa mempelajari dan meneliti buku-buku para ulama mazhab hanya akan menghasilkan pemutarbalikan saja dari ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, demikian tulis Dhofier.
Dalam hal tarekat, Hasyim tidak menganggap bahwa semua bentuk praktek keagamaan waktu itu salah dan bertentangan dengan ajaran Islam. Hanya, ia berpesan agar ummat Islam berhati-hati bila memasuki kehidupan tarekat.
Dalam perkembangannya, benturan pendapat antara golongan bermazhab yang diwakili kalangan pesantren (sering disebut kelompok tradisional), dengan yang tidak bermazhab (diwakili Muhammadiyah dan Persis, sering disebut kelompok modernis) itu memang kerap tidak terelakkan. Puncaknya adalah saat Konggres Al Islam IV yang diselenggarakan di Bandung. Konggres itu diadakan dalam rangka mencari masukan dari berbagai kelompok ummat Islam, untuk dibawa ke Konggres Ummat Islam di Mekkah.
Karena aspirasi golongan tradisional tidak tertampung (di antaranya: tradisi bermazhab agar tetap diberi kebebasan, terpeliharanya tempat-tempat penting, mulai makam Rasulullah sampai para sahabat) kelompok ini kemudian membentuk Komite Hijaz. Komite yang dipelopori KH Abdullah Wahab Chasbullah ini bertugas menyampaikan aspirasi kelompok tradisional kepada penguasa Arab Saudi. Atas restu Kiai Hasyim, Komite inilah yang pada 31 Februari l926 menjelma jadi Nahdlatul Ulama (NU) yang artinya kebangkitan ulama.
Setelah NU berdiri posisi kelompok tradisional kian kuat. Terbukti, pada l937 ketika beberapa ormas Islam membentuk badan federasi partai dan perhimpunan Islam Indonesia yang terkenal dengan sebuta MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) Kiai Hasyim diminta jadi ketuanya. Ia juga pernah memimpin Masyumi, partai politik Islam terbesar yang pernah ada di Indonesia.

Keturunan Raja Pajang
Lahir 24 Dzul Qaidah 1287 Hijriah atau 14 Februari l871 Masehi, Hasyim adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Dari garis ibu, Halimah, Hasyim masih terhitung keturunan ke delapan dari Jaka Tingkir alias Sultan Pajang, raja Pajang. Namun keluarga Hasyim adalah keluarga kiai. Kakeknya, Kiai Utsman memimpin Pesantren Nggedang, sebelah utara Jombang. Sedangkan ayahnya sendiri, Kiai Asy’ari, memimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam secara kokoh kepada Hasyim.
Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan Hasyim memang sudah nampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren Langitan, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum puas dengan berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di Pesantren Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan Kiai Cholil.
Tak lama di sini, Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh Kiai Ya’qub inilah, agaknya, Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. Kiai Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup lama –lima tahun– Hasyim menyerap ilmu di Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kiai Ya’qub sendiri kesengsem berat kepada pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja mendapat ilmu, melainkan juga istri. Ia, yang baru berumur 21 tahun, dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kiai Ya’qub. Tidak lama setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah air, sesudah istri dan anaknya meninggal.
Tahun 1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun. Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kiai Usman. Tak lama kemudian ia mendirikan Pesantren Tebuireng. Kiai Hasyim bukan saja kiai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kiai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah ia memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kiai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya. Dari perkawinannya dengan Mafiqah, putri Kiai Ilyas, Kiai Hasyim dikarunia 10 putra: Hannah, Khoriyah, Aisyah, Ummu Abdul Hak (istri Kiai Idris), Abdul Wahid, Abdul Kholik, Abdul Karim, Ubaidillah, Masrurah dan Muhammad Yusuf. Wafat 25 Juli 1947.

Kisah Nabi Muhammad SAW

Kode Iklan Anda disini
Pada waktu umat manusia dalam kegelapan dan suasana jahiliyyah, lahirlah seorang bayi pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah di Makkah. Bayi yang dilahirkan bakal membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban manusia. Bapa bayi tersebut bernama Abdullah bin Abdul Mutallib yang telah wafat sebelum baginda dilahirkan iaitu sewaktu baginda 7 bulan dalam kandungan ibu. Ibunya bernama Aminah binti Wahab. Kehadiran bayi itu disambut dengan penuh kasih sayang dan dibawa ke ka'abah, kemudian diberikan nama Muhammad, nama yang belum pernah wujud sebelumnya.

Selepas itu Muhammad disusukan selama beberapa hari oleh Thuwaiba, budak suruhan Abu Lahab sementara menunggu kedatangan wanita dari Banu Sa'ad. Adat menyusukan bayi sudah menjadi kebiasaan bagi bangsawan-bangsawan Arab di Makkah. Akhir tiba juga wanita dari Banu Sa'ad yang bernama Halimah bin Abi-Dhuaib yang pada mulanya tidak mahu menerima baginda kerana Muhammad seorang anak yatim.

Namun begitu, Halimah membawa pulang juga Muhammad ke pedalaman dengan harapan Tuhan akan memberkati keluarganya. Sejak diambilnya Muhammad sebagai anak susuan, kambing ternakan dan susu kambing-kambing tersebut semakin bertambah. Baginda telah tinggal selama 2 tahun di Sahara dan sesudah itu Halimah membawa baginda kembali kepada Aminah dan membawa pulang semula ke pedalaman.

Kisah Dua Malaikat dan Pembedahan Dada Muhammad

Pada usia dua tahun, baginda didatangi oleh dua orang malaikat yang muncul sebagai lelaki yang berpakaian putih. Mereka bertanggungjawab untuk membedah Muhammad. Pada ketika itu, Halimah dan suaminya tidak menyedari akan kejadian tersebut. Hanya anak mereka yang sebaya menyaksikan kedatangan kedua malaikat tersebut lalu mengkhabarkan kepada Halimah. Halimah lantas memeriksa keadaan Muhammad, namun tiada kesan yang aneh ditemui.

Muhammad tinggal di pedalaman bersama keluarga Halimah selama lima tahun. Selama itu baginda mendapat kasih sayang, kebebasan jiwa dan penjagaan yang baik daripada Halimah dan keluarganya. Selepas itu baginda dibawa pulang kepada datuknya Abdul Mutallib di Makkah.

Datuk baginda, Abdul Mutallib amat menyayangi baginda. Ketika Aminah membawa anaknya itu ke Madinah untuk bertemu dengan saudara-maranya, mereka ditemani oleh Umm Aiman, budak suruhan perempuan yang ditinggalkan oleh bapa baginda. Baginda ditunjukkan tempat wafatnya Abdullah serta tempat dia dikuburkan.

Sesudah sebulan mereka berada di Madinah, Aminah pun bersiap sedia untuk pulang semula ke Makkah. Dia dan rombongannya kembali ke Makkah menaiki dua ekor unta yang memang dibawa dari Makkah semasa mereka datang dahulu. Namun begitu, ketika mereka sampai di Abwa, ibunya pula jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia lalu dikuburkan di situ juga.
Muhammad dibawa pulang ke Makkah oleh Umm Aiman dengan perasaan yang sangat sedih. Maka jadilah Muhammad sebagai seorang anak yatim piatu. Tinggallah baginda dengan datuk yang dicintainya dan bapa-bapa saudaranya.

"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung lalu Dia memberikan petunjuk" (Surah Ad-Dhuha, 93: 6-7)


Abdul Mutallib Wafat

Kegembiraannya bersama datuk baginda tidak bertahan lama. Ketika baginda berusia lapan tahun, datuk baginda pula meninggal dunia. Kematian Abdul Mutallib menjadi satu kehilangan besar buat Bani Hashim. Dia mempunyai keteguhan hati, berwibawa, pandangan yang bernas, terhormat dan berpengaruh dikalangan orang Arab. Dia selalu menyediakan makanan dan minuman kepada para tetamu yang berziarah dan membantu penduduk Makkah yang dalam kesusahan.


Muhammad diasuh oleh Abu Talib

Selepas kewafatan datuk baginda, Abu Talib mengambil alih tugas bapanya untuk menjaga anak saudaranya Muhammad. Walaupun Abu Talib kurang mampu berbanding saudaranya yang lain, namun dia mempunyai perasaan yang paling halus dan terhormat di kalangan orang-orang Quraisy.Abu Talib menyayangi Muhammad seperti dia menyayangi anak-anaknya sendiri. Dia juga tertarik dengan budi pekerti Muhammad yang mulia.

Pada suatu hari, ketika mereka berkunjung ke Syam untuk berdagang sewaktu Muhammad berusia 12 tahun, mereka bertemu dengan seorang rahib Kristian yang telah dapat melihat tanda-tanda kenabian pada baginda. Lalu rahib tersebut menasihati Abu Talib supaya tidak pergi jauh ke daerah Syam kerana dikhuatiri orang-orang Yahudi akan menyakiti baginda sekiranya diketahui tanda-tanda tersebut. Abu Talib mengikut nasihat rahib tersebut dan dia tidaak banyak membawa harta dari perjalanan tersebut. Dia pulang segera ke Makkah dan mengasuh anak-anaknya yang ramai. Muhammad juga telah menjadi sebahagian dari keluarganya. Baginda mengikut mereka ke pekan-pekan yang berdekatan dan mendengar sajak-sajak oleh penyair-penyair terkenal dan pidato-pidato oleh penduduk Yahudi yang anti Arab.

Baginda juga diberi tugas sebagai pengembala kambing. Baginda mengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Baginda selalu berfikir dan merenung tentang kejadian alam semasa menjalankan tugasnya. Oleh sebab itu baginda jauh dari segala pemikiran manusia nafsu manusia duniawi. Baginda terhindar daripada perbuatan yang sia-sia, sesuai dengan gelaran yang diberikan iaitu "Al-Amin".

Selepas baginda mula meningkat dewasa, baginda disuruh oleh bapa saudaranya untuk membawa barang dagangan Khadijah binti Khuwailid, seorang peniaga yang kaya dan dihormati. Baginda melaksanakan tugasnya dengan penuh ikhlas dan jujur. Khadijah amat tertarik dengan perwatakan mulia baginda dan keupayaan baginda sebagai seorang pedagang. Lalu dia meluahkan rasa hatinya untuk berkahwin dengan Muhammad yang berusia 25 tahun ketika itu. Wanita bangsawan yang berusia 40 tahun itu sangat gembira apabila Muhammad menerima lamarannya lalu berlangsunglah perkahwinan mereka berdua. Bermulalah lembaran baru dalam hidup Muhammad dan Khadijah sebagai suami isteri.

Turunnya Wahyu Pertama

Pada usia 40 tahun, Muhammad telah menerima wahyu yang pertama dan diangkat sebagai nabi sekelian alam. Ketika itu, baginda berada di Gua Hira' dan sentiasa merenung dalam kesunyian, memikirkan nasib umat manusia pada zaman itu. Maka datanglah Malaikat Jibril menyapa dan menyuruhnya membaca ayat quran yang pertama diturunkan kepada Muhammad.

"Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan" (Al-'Alaq, 96: 1)

Rasulullah pulang dengan penuh rasa gementar lalu diselimuti oleh Khadijah yang cuba menenangkan baginda. Apabila semangat baginda mulai pulih, diceritakan kepada Khadijah tentang kejadian yang telah berlaku.

Kemudian baginda mula berdakwah secara sembunyi-sembunyi bermula dengan kaum kerabatnya untuk mengelakkan kecaman yang hebat daripada penduduk Makkah yang menyembah berhala. Khadijah isterinya adalah wanita pertama yang mempercayai kenabian baginda. Manakala Ali bin Abi Talib adalah lelaki pertama yang beriman dengan ajaran baginda.Dakwah yang sedemikian berlangsung selama tiga tahun di kalangan keluarganya sahaja.

Dakwah Secara Terang-terangan

Setelah turunnya wahyu memerintahkan baginda untuk berdakwah secara terang-terangan, maka Rasulullah pun mula menyebarkan ajaran Islam secara lebih meluas.

"Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik." (Al-Hijr, 15:94)

Namun begitu, penduduk Quraisy menentang keras ajaran yang dibawa oleh baginda. Mereka memusuhi baginda dan para pengikut baginda termasuk Abu Lahab, bapa saudara baginda sendiri. Tidak pula bagi Abu Talib, dia selalu melindungi anak saudaranya itu namun dia sangat risau akan keselamatan Rasulullah memandangkan tentangan yang hebat dari kaum Quraisy itu. Lalu dia bertanya tentang rancangan Rasulullah seterusnya. Lantas jawab Rasulullah yang bermaksud:

"Wahai bapa saudaraku, andai matahari diletakkan diletakkan di tangan kiriku dan bulan di tangan kananku, agar aku menghentikan seruan ini, aku tidak akan menghentikannya sehingga agama Allah ini meluas ke segala penjuru atau aku binasa kerananya"

Baginda menghadapi pelbagai tekanan, dugaan, penderitaan, cemuhan dan ejekan daripada penduduk-penduduk Makkah yang jahil dan keras hati untuk beriman dengan Allah. Bukan Rasulullah sahaja yang menerima tentangan yang sedemikian, malah para sahabatnya juga turut merasai penderitaan tersebut seperti Amar dan Bilal bin Rabah yang menerima siksaan yang berat.

Wafatnya Khadijah dan Abu Talib

Rasulullah amat sedih melihat tingkahlaku manusia ketika itu terutama kaum Quraisy kerana baginda tahu akan akibat yang akan diterima oleh mereka nanti. Kesedihan itu makin bertambah apabila isteri kesayangannya wafat pada tahun sepuluh kenabiaannya. Isteri bagindalah yang tidak pernah jemu membantu menyebarkan Islam dan mengorbankan jiwa serta hartanya untuk Islam. Dia juga tidak jemu menghiburkan Rasulullah di saat baginda dirundung kesedihan.

Pada tahun itu juga bapa saudara baginda Abu Talib yang mengasuhnya sejak kecil juga meninggal dunia. Maka bertambahlah kesedihan yang dirasai oleh Rasulullah kerana kehilangan orang-orang yang amat disayangi oleh baginda.

Hijrah Ke Madinah

Tekanan orang-orang kafir terhadap perjuangan Rasulullah semakin hebat selepas kepergian isteri dan bapa saudara baginda. Maka Rasulullah mengambil keputusan untuk berhijrah ke Madinah berikutan ancaman daripada kafir Quraisy untuk membunuh baginda.

Rasulullah disambut dengan meriahnya oleh para penduduk Madinah. Mereka digelar kaum Muhajirin manakala penduduk-penduduk Madinah dipanggil golongan Ansar. Seruan baginda diterima baik oleh kebanyakan para penduduk Madinah dan sebuah negara Islam didirikan di bawah pimpinan Rasulullas s.a.w sendiri.

Negara Islam Madinah

Negara Islam yang baru dibina di Madinah mendapat tentangan daripada kaum Quraisy di Makkah dan gangguan dari penduduk Yahudi serta kaum bukan Islam yang lain. Namun begitu, Nabi Muhammad s.a.w berjaya juga menubuhkan sebuah negara Islam yang mengamalkan sepenuhnya pentadbiran dan perundangan yang berlandaskan syariat Islam. Baginda dilantik sebagai ketua agama, tentera dan negara. Semua rakyat mendapat hak yang saksama. Piagam Madinah yang merupakan sebuah kanun atau perjanjian bertulis telah dibentuk. Piagam ini mengandungi beberapa fasal yang melibatkan hubungan antara semua rakyat termasuk kaum bukan Islam dan merangkumi aspek politik, sosial, agama, ekonomi dan ketenteraan. Kandungan piagam adalah berdasarkan wahyu dan dijadikan dasar undang-undang Madinah.

Islam adalah agama yang mementingkan kedamaian. Namun begitu, aspek pertahanan amat penting bagi melindungi agama, masyarakat dan negara. Rasulullah telah menyertai 27 kali ekspedisi tentera untuk mempertahan dan menegakkan keadilan Islam. Peperangan yang ditempuhi baginda ialah Perang Badar (623 M/2 H), Perang Uhud (624 M/3 H), Perang Khandak (626 M/5 H) dan Perang Tabuk (630 M/9 H). Namun tidak semua peperangan diakhiri dengan kemenangan.

Pada tahun 625 M/ 4 Hijrah, Perjanjian Hudaibiyah telah dimeterai antara penduduk Islam Madinah dan kaum Musyrikin Makkah. Maka dengan itu, negara Islam Madinah telah diiktiraf. Nabi Muhammad s.a.w. juga telah berjaya membuka semula kota Makkah pada 630 M/9 H bersama dengan 10 000 orang para pengikutnya.

Perang terakhir yang disertai oleh Rasulullah ialah Perang Tabuk dan baginda dan pengikutnya berjaya mendapat kemenangan. Pada tahun berikutnya, baginda telah menunaikan haji bersama-sama dengan 100 000 orang pengikutnya. Baginda juga telah menyampaikan amanat baginda yang terakhir pada tahun itu juga. Sabda baginda yang bermaksud:

"Wahai sekalian manusia, ketahuilah bahawa Tuhan kamu Maha Esa dan kamu semua adalah daripada satu keturunan iaitu keturunan Nabi Adam a.s. Semulia-mulia manusia di antara kamu di sisi Allah s.w.t. ialah orang yang paling bertakwa. Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara dan kamu tidak akan sesat selama-lamanya selagi kamu berpegang teguh dengan dua perkara itu, iaitu kitab al-Quran dan Sunnah Rasulullah."

Wafatnya Nabi Muhammad s.a.w

Baginda telah wafat pada bulan Jun tahun 632 M/12 Rabiul Awal tahun 11 Hijrah. Baginda wafat setelah selesai melaksanakan tugasnya sebagai rasul dan pemimpin negara. Baginda berjaya membawa manusia ke jalan yang benar dan menjadi seorang pemimpin yang bertanggungjawab, berilmu dan berkebolehan. Rasulullah adalah contoh terbaik bagi semua manusia sepanjang zaman.




Tentunya 25 Nabi dan Rasul ini yang memberikan petunjuk kepada umat manusia , yang tentunya mempunyai mukjizat yang berbeda - beda. Sungguh Allah SWT maha Besar.

sumber : http://kisah25nabi.blogspot.com/2007/12/mukaddimah.html

Kisah Nabi Yahya as

Kode Iklan Anda disini
Nabi Yahya bin Zakaria a.s. tidak banyak dikisahkan oleh Al-Quran kecuali bahawa ia diberi ilmu dan hikmah selagi ia masih kanak-kanak dan bahawa ia seorang putera yang berbakti kepada kedua orang tuanya dan bukanlah orang yang sombong durhaka.

Ia terkenal cerdik pandai, berfikiran tajam sejak ia berusia muda, sangat tekun beribadah yang dilakukan siang dan malam sehingga berpengaruh kepada kesihatan badannya dan menjadikannya kurus kering, wajahnya pucat dan matanya cekung.

Ia dikenal oleh kaumnya sebagai orang alim menguasai soal-soal keagamaan, hafal kitab Taurat, sehingga ia menjadi tempat bertanya tentang hukum-hukum agama. Ia memiliki keberanian dalam mengambil sesuatu keputusan, tidak takut dicerca orang dan tidak pula menghiraukan ancaman pihak penguasa dalam usahanya menegakkan kebenaran dan melawan kebathilan.

Ia selalu menganjurkan orang-orang yang telah berdosa agar bertaubat dari dosanya. Dan sebagai tanda taubatnya mereka dipermandikan di sungai Jordan, kebiasaan mana hingga kini berlaku di kalangan orang-orang Kristian dan kerana Nabi Yahya adalah orang pertama yang mengadakan upacara itu, maka ia dijuluki "Yahya Pembaptis".

Dikisahkan bahawa Hirodus Penguasa Palestina pada waktu itu mencintai anak saudaranya sendiri bernama Hirodia, seorang gadis yang cantik, ayu, bertubuh lampai dan ramping dan berhasrat ingin mengahwininya. Sang gadis berserta ibunya dan seluruh anggota keluarga menyentujui rencan perkahwinan itu, namun Nabi Yahya menentangnya dan mengeluarkan fakwa bahwa perkahwinan itu tidak boleh dilaksanakan kerana bertentangan dengan syariat Musa yang mengharamkan seorang mengawini anak saudaranya sendiri.

Berita rencana perkahwinan Hirodus dan Hirodia serta fatwa Nabi Yahya yang melarangnya tersiar di seluruh pelosok kota dan menjadi pembicaraan orang di segala tempat di mana orang berkumpul. Herodia si gadis cantik calon isteri itu merasa sedih bercampur marah terhadap Nabi Yahya yang telah mengeluarkan fatwa mengharamkan perkahwinannya dengan bapa saudaranya sendiri, fatwa mana telah membawa reaksi dan pendapat dikalangan masyarakat yang luas.

Ia khuatir bahawa bapa saudaranya Herodus calon suami dapat terpengaruh oleh fatwa Nabi Yahya itu dan terpaksa membatalkan perkahwinan yang sudah dinanti-nanti dan diidam-idamkan, bahkan bahkan sudah menyiapkan segala sesuatu berupa pakaian mahupun peralatan yang perlu untuk pesta perkahwinan yang telah disepakati itu.

Menghadapi fatwa Nabi Yahya dan reaksi masyarakat itu, Herodia tidak tinggal diam. Ia berusaha dengan bersenjatakan kecantikkan dan parasnya yang ayu itu mempengaruhi bapa saudaranya calon suaminya agar rencana perkahwinan dilaksanakan menurut rencana.

Dengan merias diri dan berpakaian yang merangsang, ia pergi mengunjungi bapa saudaranya Herodus yang sedang dilanda mabuk asmara. Bertanya Herodus kepada anak saudaranya calon isterinya yang nampak lebih cantik daripada biasa : "Hai manisku, apakah yang dapat aku berbuat untukmu.

Katakanlah aku akan patuhi segala permintaanmu, kedatanganmu kemari pada saat ini tentu didorong oleh sesuatu hajat yang mendesak yang ingin engkau sampaikan kepadaku. Sampaikanlah kepadaku tanpa ragu-ragu, hai sayangku, aku sedia melayani segala keperluan dan keinginanmu."

Herodia menjawab: "Bila Tuan Raja berkenan, maka aku hanya mempunyai satu permintaan yang mendorongku datang mengunjungi Tuanku pada saat ini. Permintaanku yang tunggal itu ialah kepala Yahya bin Zakaria orang yang telah mengacau rencana kita dan mencemarkan nama baik Tuan Raja dan namaku sekeluarga di segala tempat dan penjuru. Supaya dia dipenggal kepalanya. Alangkah puasnya hatiku dan besarnya terima kasihku, bila Tuanku berkenan meluluskan permintaanku ini".

Herodus yang sudah tergila-gila dan tertawan hatinya oleh kecantikan dan keelokan Herodia tidak berkulik menghadapi permintaan calon isterinya itu dan tidak dapat berbuat selain tunduk kepada kehendaknya dengan mengabaikan suara hati nuraninya dan panggilan akal sihatnya.

Demikianlah maka tiada berapa lama dibawalah kepala Yahya bin Zakaria berlumuran darah dan diletakkannya di depan kesayangannya Herodia yang tersenyum tanda gembira dan puas hati bahawa hasratnya membalas dendam terhadap Yahya telah terpenuhi dan rintangan utama yang akan menghalangi rencana perkahwinannta telah tersingkirkan, walaupun perbuatannya itu menurunkan laknat Tuhan atas dirinya, diri rajanya dan Bani Isra'il seluruhnya.

Cerita tentang Zakaria dan Yahya terurai di atas dikisahkan oleh Al-Quran, surah Maryam ayat 2 sehingga ayat 15, surah Ali Imran ayat 38 senhingga ayat 41 dan surah Al-Anbiya' ayat 89 sehingga ayat 90.

Kisah Nabi Zakaria as

Kode Iklan Anda disini
Nabi Zakaria, ayahnya Nabi Yahya sedar dan mengetahui bahawa anggota-anggota keluarganya, saudara-saudaranya, sepupu-sepupunya dan anak-anak saudaranya adalah orang-orang jahat Bani Israil yang tidak segan-segan melanggar hukum-hukum agama dan berbuat maksiat, disebabkan iman dan rasa keagamaan mereka belum meresap betul didalam hati mereka, sehingga dengan mudah mereka tergoda dan terjerumus ke dalam lembah kemungkaran dan kemaksiatan.

Ia khuatir bila ajalnya tiba dan meninggalkan mereka tanpa seorang waris yang dapat melanjutkan pimpinannya atas kaumnya, bahawa mereka akan makin rusak dan makin berani melakukan kejahatan dan kemaksiatan bahkan ada kemungkinan mereka mengadakan perubahan-perubahan di dalam kitab suci Taurat dan menyalah-gunakan hukum-hukum agama.

Kekhuatiran itu selalu mengganggu fikiran Zakaria disamping rasa sedih hatinya bahawa ia sejak kahwin hingga mencapai usia sembilan puluh tahun, Tuhan belum mengurniakannya dengan seorang anak yang ia idam-idamkan untuk menjadi penggantinya memimpin dan mengimami Bani Isra'il.

Ia agak terhibur dari rasa sedih dan kekhuatirannya semasa ia bertugas memelihara dan mengawasi Maryam yang dapat dianggap sebagai anak kandungnya sendiri. Akan tetapi rasa sedihnya dan keinginanya yang kuat untuk memperolhi keturunan tergugah kembali ketika ia menyaksikan mukjizat hidangan makanan dimihrabnya Maryam.

Ia berfikir didalam hatinya bahawa tiada sesuatu yang mustahil di dalam kekuasaan Allah. Allah yang telah memberi rezeki kepada Maryam dalam keadaan seorang diri tidak berdaya dan berusaha, Dia pula berkuasa memberinya keturunan bila Dia kehendaki walaupun usianya sudah lanjut dan rambutnya sudah penuh uban.

Pada suatu malam yang sudah larut duduklah Zakaria di mihramnya menghiningkan cipta memusatkan fikiran kepada kebesaran Allah seraya bermunajat dan berdoa dengan khusyuk dan keyakinan yang bulat. Dengan suara yang lemah lembut berucaplah ia dalam doanya: "Ya Tuhanku berikanlah aku seorang putera yang akan mewarisiku dan mewarisi sebahagian dari keluarga Ya'qub, yang akan meneruskan pimpinan dan tuntunanku kepada Bani Isra'il.

Aku khuatir bahawa sepeninggalanku nanti anggota-anggota keluargaku akan rusak kembali aqidah dan imannya bila aku tinggalkan mati tanpa seorang pemimpin yang akan menggantikan aku. Ya Tuhanku, tulangku telah menjadi lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban sedang isteriku adalah seorang perempuan yang mandul namun kekuasaan-Mu adalah diatas segala kekuasaan dan aku tidak jemu-jemunya berdoa kepadamu memohon rahmat-Mu mengurniai kau seorang putera yang soleh yang engkau redhai."

Nabi Zakaria dan Permohonan Kepada Allah SWT

Allah berfirman memperkenankan permohonan Zakaria: "Hai Zakaria Kami memberi khabar gembira kepadamu, kamu akan memperoleh seorang putera bernama Yahya yang soleh yang membenarkan kitab-kitab Allah menjadi pemimpin yang diikuti bertahan diri dari hawa nafsu dan godaan syaitan serta akan menjadi seorang nabi."

Berkata Zakaria: "Ya Tuhanku bagaimana aku akan memperolehi anak sedangkan isteri adalah seorang perempuan yang mandul dan aku sendiri sudah lanjut usianya."

Allah menjawab dengan firman-Nya: "Demikian itu adalah suatu hal yang mudah bagi-Ku. Tidakkah aku telah ciptakan engkau padahal engkau di waktu itu belum ada sama sekali?"

Berkata Zakaria: "Ya Tuhanku, berilah aku akan suatu tanda bahawa isteri aku telah mengandung." Allah berfirman: "Tandanya bagimu bahawa engkau tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari berturut-turut kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah nama-Ku sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah diwaktu petang dan pagi hari."

Akhirnya , Nabi Zakaria A.S memperoleh keturunan setelah mengalami kebisuan tersebut dari Istrinya .

Nabi Zakaria as dan Kehidupan di Masa Kenabiannya

Masa yang dialami oleh Nabi Zakaria adalah masa yang aneh di mana banyak hal yang berlawanan yang berhadap-hadapan dan saling bertentangan serta terlibat pertarungan yang tidak pernah padam. Keimanan kepada Allah SWT bercahaya di mesjid yang besar di Baitul Maqdis, sedangkan kebohongan memenuhi pasar-pasar Yahudi yang bersebelahan dengan mesjid itu.

Sudah menjadi tradisi dunia bahwa segala sesuatu yang bertentangan mesti saling berhadapan pada: kebaikan dengan kejahatan, cahaya dengan kegelapan, kebenaran dengan kebohongan, para nabi dengan para pembangkang. Alhasil, segala sesuatu berhadapan untuk mempertahankan kehidupan. Di masa yang kuno ini terdapat seorang nabi dan seorang alim yang besar.

Nabi yang dimaksud adalah Zakaria sedangkan seorang alim besar yang Allah SWT memilihnya untuk salat di tengah-tengah manusia adalah Imran. Imran adalah seorang suami dan istrinya sangat berharap untuk melahirkan anak. Waktu pagi menyelimuti kota, keluarlah istri Imran untuk memberikan makan kepada burung dan ia melihat pamandangan yang ada di sekitarnya dan mulai merenungkannya.

Di sana terdapat seekor burung yang memberi makan anaknya dengan cara menyuapinya dan memberinya minum. Burung itu melindungi anaknya di bawah sayapnya karena khawatir dari kedinginan. Ketika melihat pemandangan itu, istri Imran berharap agar Allah SWT memberinya anak.

Ia mengangkat tangannya dan mulai berdoa agar Allah SWT menganugerahinya seorang anak lelaki. Allah SWT mengabulkan doanya dan pada suatu hari ia merasa bahwa ia sedang hamil lalu kegembiraan menyelimutinya dan ia bersyukur kepada Allah SWT:


Kelahiran Maryam

"(Ingatlah) ketika istri Imran berkata: 'Ya Tuhanhu, sesungguhnya aku telah menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi anak yang saleh dan berkhidmat (di Baitil Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'" (QS. Ali 'Imran: 35)

Ia bernazar agar anaknya menjadi seorang pembantu di mesjid sepanjang hidupnya yang mengabdi kepada Allah SWT dan mengabdi kepada rumah-Nya, yaitu masjid. Lalu tibalah hari kelahiran. Istri Imran melahirkan seorang anak perempuan.

Istri itu merasa terkejut karena ia menginginkan seorang anak lelaki yang dapat mengabdi untuk mesjid dan beribadah di dalamnya. Ketika ia melihat bahwa anaknya seorang perempuan, maka ia tetap menjalankan nazarnya, meskipun anak lelaki bukan seperti anak perempuan:

"Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya ahu telah menamai dia Maryam." (QS. Ali Imran: 36)

Allah SWT mendengar doa istri Imran; Allah SWT mendengar apa yang kita ucapkan dan apa yang kita bisikkan dalam diri kita, bahkan apa yang kita inginkan untuk kita ucapkan dan kita tidak melakukannya. Semua itu diketahui oleh Allah SWT. Allah SWT mendengar bahwa istri Imran memberitahu-Nya bahwa ia melahirkan anak perempuan dan Allah SWT lebih mengetahui tentang anak yang dilahirkannya. Allah SWT-lah yang memilihkan jenis kelamin anak yang lahir di mana Dia menciptakan anak laki-laki atau perempuan.

Allah SWT mendengar bahwa istri Imran berdoa kepada-Nya agar Dia menjaga anak perempuan ini yang dinamakan Maryam dan juga menjaga keturunannya dari setan yang terkutuk:

"Dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau dari setan yang terkutuk. maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya." (QS. Ali 'Imran: 36- 37)

Allah SWT mengkabulakn doa istri Imran dan ibu Maryam. Allah SWT menyambut Maryam dengan penyambutan yang baik dan memberinya keturunan yang baik. Allah SWT berkehendak melalui rahmat-Nya untuk menjadikan perempuan ini sebagai wanita terbaik di muka bumi dan menjadikan ibu dari seorang nabi yang kelahirannya merupakan mukjizat terbesar seperti kelahiran Nabi Adam. Nabi Adam lahir tanpa seorang ayah atau ibu, sedangkan Nabi Isa lahir tanpa seorang ayah. Nabi Isa berasal dari ibu yang suci yang belum menikah, yang belum disentuh oleh manusia.

Pengasuhan Maryam oleh Nabi Zakaria

Mula-mula kelahiran Maryam mendatangkan sedikit problem. Imran telah mati sebelum kelahiran Maryam dan para ulama di zaman itu dan para pembesar ingin mendidik Maryam. Setiap orang berlomba-lomba untuk mendapatkan kemuliaan ini, yaitu mendidik seorang perempuan dari seorang lelaki besar vang mereka hormati.

Zakaria berkata: "Biarkan aku yang mengasuhnya karena ia adalah kerabat dekatku. Istriku adalah bibinya dan aku adalah seorang Nabi dari umat ini. Aku lebih utama daripada kalian untuk mengasuhnya." Lalu para ulama dan para guru berkata: "Mengapa tidak seorang di antara kami yang mengasuhnya. Kami tidak akan membiarkan engkau mendapatkan keutamaan ini tanpa persetujuan dari kami."

Hampir saja mereka berselisih dan bertarung kalau seandainya mereka tidak menyepakati diadakannya undian. Yakni, seseorang yang mendapatkan undian, maka itulah yang akan mengasuh Maryam.

Diadakanlah undian. Maryam diletakkan di atas tanah dan diletakkan di sebelahnya pena-pena orang-orang yang ingin mengasuhnya. Kemudian mereka menghadirkan anak kecil lalu anak kecil itu mengeluarkan pena Zakaria. Zakaria berkata: "Allah SWT memutuskan agar aku mengasuhnya."

Para ulama dan para Syekh berkata: "Tidak, undian harus dilakukan tiga kali." Mereka mulai berpikir tentang undian yang kedua. Setiap orang mengukir namanya di atas pena kayu dan mereka berkata, kita akan melemparkan pena-pena kita di sungai, maka siapa yang penanya menantang arus, itulah yang menang:

"Padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa." (QS. Ali 'Imran: 44)

Mereka pun melemparkan pena-pena mereka di sungai sehingga pena-pena itu berjalan bersama arus, kecuali pena Zakaria yang menantang arus. Zakaria merasa bahwa mereka akan puas tetapi mereka bersikeras untuk mengadakan undian yang ketiga kali.

Mereka berkata: "Kita akan melemparkan pena-pena kita di sungai. Pena yang berjalan bersama arus, maka itulah yang akan mengasuh Maryam." Mereka pun melemparkan pena-pena mereka dan semua berjalan menantang arus, kecuali pena Zakaria. Akhirnya, mereka menyerah kepada Zakaria dan mereka menyerahkan anak itu kepadanya agar Zakaria mengasuhnya. Nabi Zakaria mulai mengasuh Maryam dan mendidiknya serta menghormatinya sampai ia dewasa.

Maryam memiliki tempat khusus di dalam mesjid. Ia mempunyai suatu mihrab yang di situ ia beribadah. Jarang sekali ia meninggalkan tempatnya. Ia selalu beribadah dan salat di dalamnya serta berzikir dan bersyukur dan menuangkan cintanya kepada Allah SWT.

Terkadang Zakaria mengunjunginya di mihrab. Tiba-tiba, pada suatu hari Zakaria menemuinya dan ia melihat sesuatu yang mencengangkan. Saat itu musim panas tetapi Nabi Zakaria menemui di tempat Maryam buah-buahan musim dingin, dan pada kesempatan yang lain ia menemui buah-buahan musim panas sedangkan saat itu musim dingin.

Zakaria bertanya kepada Maryam: "Darimana datangnya rezeki ini?" Maryam menjawab: "Bahwa itu berasal dari Allah SWT." Pemandangan seperti ini berulang lebih dari sekali:

"Setiap Zakaria masuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya." (QS. Ali 'Imran: 37)

Nabi Zakaria adalah seorang tua dan rambutnya sudah dikelilingi uban. Ia merasa bahwa tidak lama lagi hidupnya akan berakhir dan istrinya, bibi Maryam, adalah seseorang wanita tua sepertinya yang belum melahirkan seseorang pun dalam hidupnya karena ia wanita yang mandul.

Nabi Zakaria menginginkan agar ia mendapatkan seorang anak laki-laki yang akan mewarisi ilmunya dan akan menjadi nabi yang dapat membimbing kaumnya dan berdakwah kepada mereka untuk mengikuti Kitab Allah SWT.

Zakaria tidak menyampaikan keinginan ini kepada seseorang pun, bahkan kepada istrinya, tetapi Allah SWT mengetahuinya sebelum pikiran itu disampaikan. Pada pagi itu Zakaria menemui Maryam di mihrabnya, lalu ia mendapati buah-buahan yang sebenarnya sudah tidak musim. Zakaria bertanya kepada Maryam:

"Zakaria berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya." (QS. Ali 'Imran: 37-38)

Zakaria berkata pada dirinya Maha Suci Allah SWT dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Lalu kerinduan mulai menyelimuti hatinya dan ia mulai menginginkan keturunan. Nabi Zakaria berdoa kepada Tuhannya:

"(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engka u, ya Tuhanku.

Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeningalku, sedang istriku adalah seseorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akmi mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Yakub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorangyang diridahi. " (QS. Maryam: 2-6)

Nabi Zakaria meminta kepada Penciptanya tanpa mengangkat suara keras-keras agar Dia memberinya seorang lelaki yang mewarisi kenabian dan hikmah serta keutamaan dan ilmu. Nabi Zakaria khawatir kaumnya akan tersesat setelahnya di mana tidak ada seorang nabi setelahnya. Allah SWT mengkabulkan doa Zakaria. Belum lama Nabi Zakaria berdoa kepada Allah SWT hingga malaikat memanggilnya saat ia salat di mihrab:

"Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (memperoleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia." (QS. Maryam: 7)

Zakaria kaget dengan berita ini, bagaimana ia dapat memiliki seorang anak. Karena saking gembiranya Zakaria sangat terguncang dan dengan penuh keheranan ia bertanya:

"Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua." (QS. Maryam: 8)

Ia heran bagaimana ia dapat melahirkan sementara ia sudah tua dan istrinya pun wanita yang mandul:

"Tuhan berfirman: 'Demikianlah.' Tuhan berfirman: 'Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali." (QS. Maryam; 9)

Para malaikat memberitahunya bahwa ini terjadi karena kehendak Allah SWT dan kehendak-Nya pasti terlaksana. Tidak ada sesuatu pun yang sulit bagi Allah SWT. Segala sesuatu yang diinginkan di alam wujud ini pasti terjadi. Allah SWT telah menciptakan Zakaria sebelumnya dan beliau pun sebelumnya tidak pernah ada. Segala sesuatu diciptakan Allah SWT hanya dengan kehendak-Nya:

"Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah herkata kepadanya: 'Jadilah!', maka jadilah ia. " (QS. Yasin: 82)

Hati Nabi Zakaria dipenuhi rasa syukur kepada Allah SWT dan ia pun memuji-Nya. Lalu ia meminta kepada Allah SWT agar memberinya tanda-tanda:

"Zakaria berkata: Ya Tuhanku, berilah suatu tanda.' Tuhan berfirman: 'Tanda bagimu adalah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat.' Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang." (QS. Maryam: 10-11)

Allah SWT memberitahunya bahwa akan terjadi tiga hari di mana di dalamnya ia tidak mampu berbicara, padahal saat itu ia sehat-sehat saja tidak sakit. Jika hal ini terjadi padanya, maka hendaklah ia yakin bahwa istrinya hamil dan bahwa mukjizat Allah SWT benar-benar terwujud. Kemudian hendaklah saat itu ia berbicara kepada manusia melalui isyarat dan banyak bertasbih kepada Allah SWT di waktu pagi dan sore.

Zakaria keluar pada suatu hari kepada manusia dan hatinya dipenuhi dengan syukur. Ia ingin berbicara dengan mereka namun ia mengetahui bahwa ia tidak mampu berbicara. Zakaria mengetahui bahwa mukjizat Allah SWT telah terwujud lalu ia mengisyaratkan kepada kaumnya agar mereka bertasbih kepada Allah SWT di waktu pagi dan sore. Ia pun selalu bertasbih kepada Allah SWT dalam hatinya. Zakaria merasakan kegembiraan yang sangat dalam.

Malaikat memberitahunya tentang kelahiran seorang anak lelaki yang Allah SWT menamakannya Yahya. Untuk pertama kalinya kita di hadapan seorang anak yang ayahnya tidak memberikan nama kepadanya dan ibunya pun tidak memilihkan nama untuknya, tetapi Allah SWT-lah yang memberinya nama.

Dengan kemuliaan yang agung ini, Allah SWT menyampaikan berita gembira kepada Zakaria bahwa anaknya Yahya akan membenarkan kalimat Allah SWT dan akan menjadi seorang yang mulia dan seorang Nabi dari orang-orang yang saleh.

Zakaria gemetar, karena saking gembiranya. Air matanya mulai berlinangan dan jenggotnya yang putih mulai basah. Ia salat kepada Allah SWT sebagai tanda syukur atas pengkabulan doanya dan kelahiran Yahya.

Kisah Nabi Yunus as

Kode Iklan Anda disini
 Tidak banyak yang dikisahkan oleh Al-Quran tentang Nabi Yunus sebagaimana yang telah dikisahkan tentang nabi-nabi Musa, Yusuf dan lain-lain. Dan sepanjang yang dapat dicatat dan diceritakan oleh para sejarawan dan ahli tafsir tentang Nabi Yunus ialah bahawa beliau bernama Yunus bin Matta.

Ia telah diutuskan oleh Allah untuk berdakwah kepada penduduk di sebuah tempat bernama "Ninawa" yang bukan kaumnya dan tidak pula ada ikatan darah dengan mereka. Ia merupakan seorang asing mendatang di tengah-tengah penduduk Ninawa itu. Ia menemui mereka berada di dalam kegelapan, kebodohan dan kekafiran, mereka menyembah berhala menyekutukan kepada Allah.

Yunus membawa ajaran tauhid dan iman kepada mereka, mengajak mereka agak menyembah kepada Allah yang telah menciptakan mereka dan menciptakan alam semesta, meninggalkan persembahan mereka kepada berhala-berhala yang mereka buat sendiri dari batu dan berhala-berhala yang tidak dapat membawanya manfaaat atau mudarat bagi mereka.

Ia memperingatkan mereka bahawa mereka sebagai manusia makhluk Allah yang utama yang memperoleh kelebihan di atas makhluk-makhluk yang lain tidak sepatutnya merendahkan diri dengan menundukkan dahi dan wajah mereka menyembah batu-batu mati yang mereka pertuhankan, padahal itu semua buatan mereka sendiri yang kadang-kadang dan dapat dihancurkan dan diubah bentuk dan memodelnya.

Ia mengajak mereka berfikir memperhatikan ciptaan Allah di dalam diri mereka sendiri, di dalam alam sekitar untuk menyedarkan mereka bahawa Tuhan pencipta itulah yang patut disembah dan bukannya benda-benda ciptaannya.

Ajaran-ajaran Nabi Yunus itu bagi para penduduk Ninawa merupakan hal yang baru yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Kerananya mereka tidak dapat menerimanya untuk menggantikan ajaran dan kepercayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka yang sudah menjadi adat kebiasaaan mereka turun temurun.

Apalagi pembawa agama itu adalah seorang asing tidak seketurunan dengan mereka.
Mereka berkata kepada Nabi Yunus: "Apakah kata-kata yang engkau ucapkan itu dan kedustaan apakah yang engkau anjurkan kepada kami tentang agama barumu itu? Inilah tuhan-tuhan kami yang sejati yang kami sembah dan disembahkan oleh nenek moyamg kami sejak dahulu.

Alasan apakah yang membenarkan kami meninggalkan agama kami yang diwariskan oleh nenek moyang kami dan menggantikannya dengan agama barumu? Engkau adalah seorang yang ditengah-tengah kami yang datang untuk merusakkan adat istiadat kami dan mengubah agama kami dan apakah kelebihan kamu diatas kami yang memberimu alasan untuk mengurui dan mengajar kami.

Hentikanlah aksimu dan ajak-ajakanmu di daerah kami ini. Percayalah bahawa engkau tidak akan dapat pengikut diantara kami dan bahawa ajaranmu tidak akan mendapat pasaran di antara rakyat Ninawa yang sangat teguh mempertahankan tradisi dan adat istiadat orang-orang tua kami."

Barkata Nabi Yunus menjawab: "Aku hanya mengajak kamu beriman dan bertauhid menurut agama yang aku bawa sebagai amanat Allah yang wajib ku sampaikan kepadamu. Aku hanya seorang pesuruh yang ditugaskan oleh Allah untuk mengangkat kamu dari lembah kesesatan dan kegelapan menuntun kamu ke jalan yang benar dan lurus menyampaikan kepada kamu agama yang suci bersih dari benih-benih kufur dan syirik yang merendahkan martabat manusia yang semata-mata untuk kebaikan kamu sendiri dan kebaikan anak cucumu kelak.

Aku sesekali tidak mengharapkan sesuatu upah atau balas jasa daripadamu dan tidak pula menginginkan pangkat atau kedudukan. Aku tidak dapat memaksamu untuk mengikutiku dan melaksanakan ajaran-ajaranku.

Aku hanya mengingatkan kepadamu bahawa bila kamu tetap membangkang dan tidak menghiraukan ajakanku , tetap menolak agama Allah yang aku bawa, tetap mempertahankan akidahmu dan agamamu yang bathil dan sesat itu, nescaya Allah kelak akan menunjukkan kepadamu tanda-tanda kebenaran risalahku dengan menurunkan azab seksa-Nya di atas kamu sebagaimana telah dialami oleh kaum terdahulu iaitu kaum Nuh, Aad dan Tsamud sebelum kamu.

Mereka menjawab peringatan Nabi Yunus dengan tentangan seraya mengatakan: "Kami tetap menolak ajakanmu dan tidak akan tunduk pada perintahmu atau mengikut kemahuanmu dan sesekali kami tidak akan takut akan segala ancamanmu. Cubalah datangkan apa yang engkau ancamkan itu kepada kami jika engkau memang benar dalam kata-katamu dan tidak mendustai kami."

Nabi Yunus tidak tahan tinggal dengan lebih lama di tengah-tengah kaum Ninawa yang berkeras kepala dan bersikap buta-tuli menghadapi ajaran dan dakwahnya. Ia lalu meninggalkan Ninawa dengan rasa jengkel dan marah seraya memohon kepada Allah untuk menjatuhkan hukumannya atas orang-orang yang membangkang dan berkeras kepala itu.

Sepeninggalan Nabi Yunus penduduk Ninawa mulai melihat tanda-tanda yang mencemaskan seakan-akan ancaman Nabi Yunus kepada mereka akan menjadi kenyataan dan hukuman Allah akan benar-benar jatuh di atas mereka membawa kehancuran dan kebinasaan sebagaimana yang telah dialami oleh kaum musyrikin penyembah berhala sebelum mereka.

Mereka melihat keadaan udara disekeliling Ninawa makin menggelap, binatang-binatang peliharaan mereka nampak tidak tenang dan gelisah, wajah-wajah mereka tanpa disadari menjadi pucat tidak berdarah dan angin dari segala penjuru bertiup dengan kecangnya membawa suara gemuruh yang menakutkan.

Dalam keadaan panik dan ketakutan , sedarlah mereka bahawa Yunus tidak berdusta dalam kata-katanya dan bahawa apa yang diancamkan kepada mereka bukanlah ancaman kosong buatannya sendiri, tetapi ancaman dari Tuhan.

Segeralah mereka menyatakan taubat dan memohon ampun atas segala perbuatan mereka, menyatakan beriman dan percaya kepada kebenaran dakwah Nabi Yunus seraya berasa menyesal atas perlakuan dan sikap kasar mereka yang menjadikan beliau marah dan meninggalkan daerah itu.

Untuk menebus dosa, mereka keluar dari kota dan beramai-ramai pergi ke bukit-bukit dan padang pasir, seraya menangis memohon ampun dan rahmat Allah agar dihindarkan dari bencana azab dan seksaan-Nya. Ibu binatang-binatang peliharaan mereka dipisahkan dari anak-anaknya sehingga terdengar suara teriakan binatang-binatang yang terpisah dari ibunya seolah-olah turut memohon keselamatan dari bencana yang sedang mengancam akan tiba menimpa mereka.

Allah yang Maha Mengetahui bahawa hamba-hamba-Nya itu jujur dalam taubatnya dan rasa sesalannya dan bahawa mereka memang benar-benar dan hatinya sudah kembali beriman dan dari hatinya pula memohon dihindarkan dari azab seksa-Nya, berkenan menurunkan rahmat-Nya dan mengurniakan maghfirat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang dengan tulus ikhlas menyatakan bertaubat dan memohon ampun atas segala dosanya.

Udara gelap yang meliputi Ninawa menjadi terang, wajah-wajah yang pucat kembali merah dan ebrseri-seri dan binatang-binatang yang gelisah menjadi tenang, kemudian kembalilah orang-orang itu ke kota dan kerumah masing-masing dengan penuh rasa gembira dan syukur kepada Allah yang telah berkenan menerima doa dan permohonan mereka.

Berkatalah mereka didalam hati masing-masing setelah merasa tenang, tenteram dan aman dari malapetaka yang nyaris melanda mereka: "Di manakah gerangan Yunus sekarang berada? Mengapa kami telah tunduk kepada bisikan syaitan dan mengikuti hawa nafsu, menjadikan dia meninggalkan kami dengan rasa marah dan jengkel kerana sikap kami yang menentang dan memusuhinya.

Alangkah bahagianya kami andaikan ia masih berada di tengah-tengah kami menuntun dan mengajari kami hal-hal yang membawa kebahagiaan kami di dunia dan di akhirat. Ia adalah benar-benar rasul dan nabi Allah yang telah kami sia-siakan. Semoga Allah mengampuni dosa kami."

Adapun tentang keadaan Nabi Yunus yang telah meninggalkan kota Ninawa secara mendadak, maka ia berjalan kaki mengembara naik gunung turun gunung tanpa tujuan. Tanpa disadari ia tiba-tiba berada disebuah pantai melihat sekelompok orang yang lagi bergegas-gegas hendak menumpang sebuah kapal. Ia minta dari pemilik kapal agar diperbolehkan ikut serta bersama lain-lain penumpang.

Kapal segera melepaskan sauhnya dan meluncur dengan lajunya ke tengah laut yang tenang. Ketenangan laut itu tidak dapat bertahan lama, kerana sekonyong-konyong tergoncang dan terayunlah kapal itu oleh gelombang besar yang datang mendadak diikuti oleh tiupan angin taufan yang kencang, sehingga menjadikan juru mudi kapal berserta seluruh penumpangnya berada dalan keadaan panik ketakutan melihat keadaan kapal yang sudah tidak dapat dikuasai keseimbangannya.

Para penumpang dan juru mudi melihat tidak ada jalan untuk menyelamatkan keadaan jika keadaan cuaca tetap mengganas dan tidak mereda, kecuali dengan jalan meringankan beban berat muatan dengan mengorbankan salah seorang daripada para penumpang. Undian lalu dilaksanakan untuk menentukan siapakah di antara penumpang yang harus dikorbankan. Pada tarik pertama keluarlah nama Yunus, seorang penumpang yang mereka paling hormati dan cintai, sehingga mereka semua merasa berat untuk melemparkannya ke laut menjadi mangsa ikan.

Kemudian diadakanlah undian bagi kali kedua dengan masing-masing penumpang mengharapkan jangan sampai keluar lagi nama Yunus yang mereka sayangi itu, namun melesetlah harapan mereka dan keluarlah nama Yunus kembali pada undian yang kedua itu. Demikianlah bagi undian bagi kali yang ketiganya yang disepakati sebagai yang terakhir dan yang menentukan nama Yunuslah yang muncul yang harus dikorbankan untuk menyelamatkan kapal dan para penumpang yang lain.

Nabi Yunus yang dengan telitinya memperhatikan sewaktu undian dibuat merasa bahawa keputusan undian itu adalah kehendak Allah yang tidak dapat ditolaknya yang mungkin didalamnya terselit hikmah yang ia belum dapat menyelaminya.


Yunus sedar pula pada saat itu bahawa ia telah melakukan dosa dengan meninggalkan Ninawa sebelum memperoleh perkenan Allah, sehingga mungkin keputusan undian itu adalah sebagai penebusan dosa yang ia lakukan itu. Kemudian ia beristikharah menghenimgkan cipta sejenak dan tanpa ragu segera melemparkan dirinya ke laut yang segera diterima oleh lipatan gelombang yang sedang mengamuk dengan dahsyatnya di bawah langit yang kelam-pekat.

Selagi Nabi Yunus berjuang melawan gelombang yang mengayun-ayunkannya, Allag mewahyukan kepada seekor ikan paus untuk menelannya bulat-bulat dan menyimpangnya di dalam perut sebagai amanat Tuhan yang harus dikembalikannya utuh tidak tercedera kelak bila saatnya tiba.

Nabi Yunus yang berada di dalam perut ikan paus yang membawanya memecah gelombang timbul dan tenggelam ke dasar laut merasa sesak dada dan bersedih hati seraya memohon ampun kepada Allah atas dosa dan tindakan yang salah yang dilakukannya tergesa-gesa. Ia berseru didalam kegelapan perut ikan paus itu: "Ya Tuhanku, sesungguhnya tiada Tuhan selain Engkau, Maha sucilah Engkau dan sesungguhnya aku telah berdosa dan menjadi salah seorang dari mereka yang zalim."

Setelah selesai menjalani hukuman Allah , selama beberapa waktu yang telah ditentukan, ditumpahkanlah Nabi Yunus oleh ikan paus itu yang mengandungnya dan dilemparkannya ke darat . Ia terlempar dari mulut ikan ke pantai dalam keadaan kurus lemah dan sakit. Akan tetapi Allah dengan rahmat-Nya menumbuhkan di tempat ia terdampar sebuah pohon labu yang dapat menaungi Yunus dengan daun-daunnya dan menikmati buahnya.

Nabi Yunus setelah sembuh dan menjadi segar kembali diperintahkan oleh Allah agar pergi kembali mengunjungi Ninawa di mana seratus ribu lebih penduduknya mendamba-dambakan kedatangannya untuk memimpin mereka dan memberi tuntunan lebih lanjut untuk menyempurnakan iman dan aqidah mereka. Dan alangkah terkejutnya Nabi Yunus tatkala masuk Ninawa dan tidak melihat satu pun patung berhala berdiri. Sebaliknya ia menemui orang-orang yang dahulunya berkeras kepala menentangnya dan menolak ajarannya dan kini sudah menjadi orang-orang mukmin, soleh dan beribadah memuja-muji Allah s.w.t.

Pokok cerita tentang Yunus terurai di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah Yunus ayat 98, surah Al-Anbiaa' ayat 87, 88 dan surah Ash-Shaffaat ayat 139 sehingga ayat 148.

Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Nabi Yunus.

Bahawasannya seorang yang bertugas sebagai da'i - juru dakwah harus memiliki kesabaran dan tidak boleh cepat-cepat marah dan berputus asa bila dakwahnya tidak dapat sambutan yang selayaknya atau tidak segera diterima oleh orang-orang yang didakwahinya.

Dalam keadaan demikian ia harus bersabar mengawal emosinya serta tetap meneruskan dakwahnya dengan bersikap bijaksana dan lemah lembut, sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nahl ayat 125 yang bermaksud : "Serulah, berdakwahlah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik { sopan dan lemah lembut } ."

Di dalam diri Nabi Yunus Allah telah memberi contoh betapa ia telah disesalkan atas tindakannya yang tergesa-gesa kerana kehilangan kesabaran, meninggalkan kaum Ninawa, padahal mereka masih dapat disedarkan untuk menerima ajakannya andaikan ia tidak terburu-buru marah dan meninggalkan mereka tanpa berunding lebih dahulu dengan Allah yang telah mengutusnya.

Atas pelanggaran yang telah dilakukan tanpa sadar Allah telah memberi hukuman kepada Nabi Yunus berupa kurungan dalam perut ikan paus sebagai peringatan dan pengajaran agar tidak terulang lagi setelah ia diberi ampun dan disuruh kembali ke Ninawa melanjutkan dakwahnya.