'>

Senin, 13 Juni 2011

Kode Iklan Anda disini

MANAJEMEN RASULULLAH SAW DALAM BIDANG PENDIDIKAN

05 Des
Mengkaji perjalanan hidup Rasulullah Saw adalah bagaikan mengarungi lautan yang tidak bertepi karena sangat luas, sangat kaya, dan mencerahkan. Keluasan suri teladan Rasulullah Saw mencakup semua aspek kehidupan. Manfaat mengkaji sirah Rasulullah Saw adalah agar setiap muslim memperoleh gambaran tentang hakikat Islam secara paripurna, yang tercermin di dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw, sesudah ia dipahami secara konseptional sebagai prinsip, kaidah dan hukum. Kajian Sirah Rasulullah Saw hanya merupakan upaya aplikatif yang bertujuan memperjelas hakikat Islam secara utuh dalam keteledanannya yang tertinggi, Nabi Muhammad Saw.
Bangsa dan umat ini membutuhkan suri teladan yang layak untuk ditiru dan sanggup membawa setiap insan Indonesia lebih maju dan lebih bermartabat. Indonesia membutuhkan teladan hampir dalam semua spektrum kehidupan, terutama dalam dunia pendidikan, sangat membutuhkan figur pendidik dan tenaga kependidikan dalam mengelola pendidikan dan memperlakukan siswa sebagai orgasma yang tumbuh dan perlu diperhatikan dari waktu ke waktu. Karena memang pendidikan sejatinya merupakan proses transformasi nilai dan budi pekerti bukan sekedar transmisi informasi dan data belaka.
Indonesia membutuhkan suri teladan leadership dan manajemen yang meyakini bahwa jabatan adalah tanggung jawab dunia akhirat dan bukan kemegahan serta peluang untuk menambah kekayaan semata dengan berbagai cara. Teladan kepemimpinan itu sesungguhnya terdapat pada diri Rasulullah Saw, karena beliau adalah pemimpin yang holistic, accepted, dan proven. holistic (menyeluruh) karena beliau adalah pemimpin yang mampu mengembangkan leadership dalam berbagai bidang termasuk salah satunya yaitu pendidikan yang bermoral dan mencerahkan. Accepted (diterima) karena diakui lebih dari 1,3 miliar manusia. Dan proven (terbukti) karena sudah terbukti sejak lebih dari 15 abad yang lalu hingga hari ini masih relevan diterapkan.
Sejarah mencatat Rasulullah Saw telah menanamkan kasih sayang dalam kepemimpinanya. Jelas, bagaimana cara beliau memimpin, berinteraksi dan mendidik pengikutnya. Tak heran, kejayaan Islam pertama di pegang oleh tokoh-tokoh yang tidak diragukan lagi kapabilitasnya. Kita bisa melihat bagaimana ‘preman pasar’ semacam Umar bin Khattab yang kemudian menjadi kepala negara yang susah dicari tandingannya di masa sekarang atau Khalid bin Walid menjelma menjadi seorang panglima perang dari hanya seorang ‘jagoan kampung’. Dan hamba sahaya semacam Salman Al Farisi yang sebelumnya hanya mengenal cara menanam dan merawat kurma di Madinah bisa menjadi gubernur yang sukses di Persia. Serta  bagaimana pengembala kambing seperti Abdullah bin Mas’ud bisa menjadi ‘guru’ dan ahli tafsir al Qur’an.
Rasulullah Saw adalah teladan yang baik dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu dimensi dari kesuksesan Rasulullah Saw dalam manajemen dalam bidang pendidikan. Memang, beliau adalah seorang yatim yang tidak mendapatkan pendidikan sekolah yang mengajarkannya baca tulis, namun beliau sangat menekankan pentingnya pendidikan untuk meningkatkan kualitas manusia. Beliau tidak pernah mengenyam pendidikan di pusat-pusat pendidikan Yunani dan diasuh oleh para filosof, namun pemikiran yang beliau hasilkan mampu menjawab berbagai persoalan manusia.
Tidak ada manusia yang demikian sempurna dapat diteladani karena di dirinya terdapat berbagai sifat mulia. Di samping itu, Rasulullah Saw juga pernah mengalami berbagai keadaan dalam hidupnya. Beliau pernah merasakan hidup yang susah sehingga dapat menjadi teladan bagi orang-orang yang sedang mengalami kesulitan hidup. Beliau juga pernah menjadi orang kaya, sehingga dapat jadi teladan bagaimana seharusnya menggunakan kekayaan. Beliau pernah menjadi manajer atau pemimpin di berbagai bidang sehingga kita dapat meneledani manajerial beliau.
Rasulullah Saw sebagai Perencana (Planning)
Perencanaan adalah aktivitas memikirkan dan memilih rangkaian tindakan-tindakan yang tertuju pada tercapainya maksud-maksud dan tujuan pendidikan. Dan dalam proses perencanaan, terdapat beberapa tahap, yaitu: 1) identifikasi masalah, 2) perumusan masalah, 3) penetapan tujuan, 4) identifikasi alternatif, 5) pemilihan alternatif, dan 6) elaborasi alternatif.
Sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab masa itu bahwa sebagian golongan mereka berpikir selama beberapa waktu tiap tahun untuk menjauhkan diri dari keramaian orang, berkhalwat dan mendekatkan diri kepada Tuhan-tuhan mereka dengan bertapa dan berdoa, mengharapkan diberi rezeki dan pengetahuan. Rasulullah Saw juga mengasingkan diri di gua Hira’. Di tempat ini rupanya beliau mendapat tempat yang paling baik guna mendalami pikiran dan renungan yang berkecamuk dalam dirinya.
Tujuan Rasulullah Saw berkhalwat dan bertafakkur dalam gua Hira’ tersebut adalah untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi pada masyarakat Mekkah. Selain itu, beliau juga mendapatkan ketenangan dalam dirinya serta obat penawar hasrat hati yang ingin menyendiri, mencari jalan memenuhi kerinduannya yang selalu makin besar, dan mencapai ma’rifat serta mengetahui rahasia alam semesta.
Pada usia 40 tahun, Rasulullah Saw menerima wahyu pertama. Jibril memeluk tubuh Rasulullah Saw ketika beliau ketakutan. Tindakan Jibril tersebut merupakan terapi menghilangkan segala perasaan takut yang terpendam di lubuk hati beliau. Pelukan erat itu mampu membuat Rasulullah Saw tersentak walau kemudian membalasnya. Sebuah tindakan refleks yang melambangkan sikap berani. Setelah kejadian itu, Rasulullah Saw tidak pernah dihinggapi rasa takut, apalagi bimbang dalam menyebarkan Islam ke seluruh pelosok dunia.
Pendidikan Islam mempunyai kedudukan yang tinggi, ini dibuktikan dengan wahyu pertama di atas yang disampaikan Rasulullah Saw bagi pendidikan. Beliau menyatakan bahwa pendidikan atau menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang, laki-laki dan perempuan. Rasulullah Saw diutus dengan tujuan untuk menyempurnakan akhlak manusia. Itulah yang menjadi visi pendidikan pada masa Rasulullah Saw.
Selain itu, ketika Rasulullah Saw menentukan tempat hijrah pertama untuk para sahabatnya ke Ethiopia (Habasyah), tampak sekali bahwa hal itu tidak lahir dari sebuah gagasan yang datang tiba-tiba tanpa perencanaan dan pertimbangan yang matang terhadap situasi dan kondisi geopolitik dan keagamaan di wilayah tersebut.  Pemilihan Ethiopia yang secara geografis tidak masuk bagian Jazirah Arab dan cukup jauh dari Mekkah bahkan dibatasi oleh laut memungkinkan para sahabat Rasulullah Saw yang berhijrah tidak terkejar oleh kaum Quraisy yang saat itu memiliki pengaruh dan kekuatan cukup besar. Rasulullah Saw juga tidak meminta para sahabat untuk pergi ke tempat yang lebih jauh lagi sehingga justru mempersulit para muhajirun dan menyebabkan terputusnya kabar dari mereka. Ethiopia saat itu berada di bawah kekuasaan seorang pemimpin yang dikenal cukup bijak dan adil sehingga menjamin keamanan para muhajirun. Situasi keagamaan di wilayah itu juga cukup kondusif, karena raja dan penduduknya memeluk agama Nasrani yang secara psikologis relatif lebih memiliki kedekatan dibanding dengan kaum pagan.
Demikian pula dengan proses perjalanan hijrah Rasulullah Saw ke Madinah mengungkapkan ketelitian dan kecermatan perencanaan yang dilakukan oleh beliau. Dalam proses hijrah ke Madinah Munir Muhamad Ghadlban mencatat sejumlah point penting perencanaan Rasulullah Saw seperti pemilihan waktu keluar Mekkah di siang hari di bawah terik matahari dengan menutup muka di saat kebanyakan orang sedang malas ke luar rumah, pembelian dua binatang kendaraan perjalanan empat bulan sebelumnya, penyiapan bekal Asma’ binti Abu Bakar, keluar rumah Abu Bakar tidak melalui pintu yang biasanya, menugaskan Abdullah ibn Abu Bakar sebagai pengumpul informasi, penunjukan Abdullah Ibn Uraqit yang non-muslim sebagai pemandu terpercaya, menggunakan jalur perjalanan yang tidak biasa dilalui manusia, menjadikan gua Tsur sebagai tempat transit dan lain-lain.
Hijrah ke Madinah adalah hijrah yang paling utama sewaktu umat Islam dihina dan disiksa di Mekkah. Ketika itu umat Islam menunggu perintah berhijrah dari Allah mengenai kebenaran berhijrah. Meskipun izin sudah didapat, Rasulullah Saw tidak segera melaksanakan hijrah. Beliau terlebih dahulu memikirkan dan merumuskan manajemen yang rapi dan strategi yang tepat sehingga pelaksanaan hijrah bisa berhasil dilakukan dengan lancar dan sukses.
Perencanaan ini berguna untuk menetapkan tujuan yang jelas. Selain itu, keberadaan tujuan juga berfungsi untuk menentukan tindakan yang sesuai agar mencapai tujuan itu. Sebelum melakukan hijrah, Rasulullah Saw dibantu para sahabatnya merumuskan rencana perjalanan ke Madinah dengan rapi, termasuk memikirkan cara-cara yang perlu dilakukan kalau ada perlawanan dari kaum kafir Qurasiy. Beberapa strategi yang dirumuskan Rasulullah Saw bersama para sahabatnya antara lain: 1) Pelaksanaan hijrah dilakukan pada waktu malam hari; 2) Jalur hijrah melewati jalan alternatif; 3) Saat berhijrah, para sahabat tidak membawa harta benda yang akan menimbulkan kecurigaan dari penduduk Mekkah; 4) Sebelum berangkat, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa penduduk Madinah bersedia menerima para sahabat sebagaimana yang mereka nyatakan saat Perjanjian Aqabah I dan II.
Pelaksanaan hijrah jelas ditunjukkan untuk memelihara akidah dan menjaganya agar tidak lagi tercampur dengan amalan menyembah berhala. Oleh karena itu, seyogianya juga manajer atau pemimpin pendidikan mempunyai niat yang jelas pada bidang pendidikan yang akan digelutinya.
Pada masa-masa awal dakwah Rasulullah Saw, tepatnya pada tahun kelima kenabian Rasulullah Saw menjadikan sebuah rumah milik al Arqam ibn al Arqam al Makhzumi sebagai tempat pertemuan beliau dengan para sahabatnya yang saat itu merupakan minoritas yang senantiasa dijadikan objek tekanan dan penindasan kaum kafir Quraisy.
Menurut analisis, setidaknya ada tiga alasan penting pemilihan rumah al Arqam, antara lain:
  1. Al Arqam bernaung di bawah klan Bani Makhzum yang merupakan musuh tradisional Bani Hasyim. Dengan alasan ini, akan sangat sulit bagi kaum kafir membayangkan bahwa Rasulullah Saw yang datang dari klan Bani Hasyim justru menggunakan rumah anggota klan Bani Makhzum.
  2. Saat itu usia al Arqam ibn al Arqam masih sangat belia, yakni baru berusia 16 tahun, sehingga anggapan kaum kafir akan sulit mengerti bagaimana sebuah rumah milik seorang anak muda belia akan dijadikan pusat dakwah oleh Rasulullah Saw.
  3. Keislaman al Arqam masih belum diketahui siapapun kecuali oleh kalangan umat Islam saat itu saja.
Pada tahun ke-6 Hijriyah, Rasulullah Saw bersama 1.500 kaum Muslim berangkat dari Madinah ke Mekkah dengan maksud hendak berumrah. Namun, kafir Quraisy mencegat rombongan itu di tempat bernama Hudaibiyyah. Di tempat itulah terumuskan perjanjian tertulis antara kafir Quraisy dengan kaum Muslim yang disebut dengan Perjanjian Hudaibiyyah (shulhul Hudaibiyyah).
Dari perjanjian tersebut terkesan Rasulullah Saw kalah dalam berdiplomasi dan terpaksa menyetujui beberapa hal yang berpihak kepada kafir Quraisy. Kesan tersebut ternyata terbukti sebaliknya setelah perjanjian tersebut disepakati. Disinilah terlihat kelihaian Rasulullah Saw dan pandangan beliau yang jauh ke depan.
Rasulullah Saw adalah insan yang selalu mengutamakan kebaikan yang kekal dibandingkan kebaikan yang hanya bersifat sementara. Walaupun perjanjian itu amat berat sebelah, Rasulullah Saw menerimanya karena memberikan manfaat di masa depan saat umat Islam berhasil membuka kota Mekkah (fath al Makkah) pada tahun ke-8 Hijriyah (dua tahun setelah perjanjian Hudaibiyah).
Penghargaan dan perlindungan Hak Asasi Manusia yang dideklarasikan PBB dan dunia barat pada abad 20 sebenarnya sudah dicetuskan dan diberlakukan pada saat Rasulullah Saw hijrah ke Madinah dengan menghargai semua golongan dan kepercayaan, sehingga semua orang yang tinggal di kota Madinah merasa aman dan saling menghargai. Dan secara administratif ditetapkan di dalam Piagam Madinah (Madeena Charter).
Rasulullah Saw sebagai Pengorganisir (Organizing)
Istilah organisasi mempunyai dua pengertian umum, yang pertama pengorganisasian diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional. Kedua merujuk pada proses pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan diantara para anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat dicapai secara efektif.
Pada masa Rasulullah Saw dan awal Islam terdapat beberapa lembaga yang menjadi central pendidikan. Tentu saja, lembaga-lembaga ini belum seperti lembaga-lembaga pendidikan formal atau seperti lembaga-lembaga pendidikan di Yunani. Namun, lembaga-lembaga ini telah turut serta dalam memajukan pendidikan masyarakat Muslim pada waktu itu. Lembaga-lembaga itu antara lain sebagai berikut.
Dar al Arqam
Rumah merupakan tempat pendidikan awal yang diperkenalkan ketika Islam mulai berkembang di Makkah. Rasulullah Saw menggunakannya sebagai tempat pertemuan dan pengajaran dengan para sahabat. Bilangan kaum Muslim yang hadir pada masa awal Islam ini masih sangat kecil, tetapi makin bertambah sehingga menjadi 38 orang yang terdiri dari golongan bangsawan Quraisy, pedagang dan hamba sahaya.
Di Dar al Arqam, Rasulullah Saw mengajar wahyu yang telah diterimanya kepada kaum Muslim. Beliau juga membimbing mereka menghafal, menghayati dan mengamalkan ayat-ayat suci yang diturunkan kepadanya.
Masjid
Fungsi masjid selain tempat ibadah, juga sebagai tempat penyebaran dakwah, ilmu Islam, penyelesaian masalah individu dan masyarakat, menerima duta-duta asing, pertemuan pemimpin-pemimpin Islam, bersidang, dan madrasah bagi orang-orang yang ingin menuntut ilmu khususnya tentang ajaran Islam.
Setelah hijrah ke Madinah, pendidikan kaum Muslim berpusat di masjid-masjid. Masjid Quba’ merupakan masjid pertama yang dijadikan Rasulullah Saw sebagai institusi pendidikan. Di dalam masjid, Rasulullah Saw mengajar dan memberi khutbah dalam bentuk halaqah di mana para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melakukan tanya-jawab berkaitan urusan agama dan kehidupan sehari-hari. Di antara masjid yang dijadikan pusat penyebaran ilmu dan pengetahuan ialah Masjid Nabawi, Masjidil Haram, Masjid Kufah, Masjid Basrah dan banyak lagi.
Al Suffah
Al Suffah merupakan ruang atau bangunan yang bersambung dengan masjid. Suffah dapat dilihat sebagai sebuah sekolah karena kegiatan pengajaran dan pembelajaran dilakukan secara teratur dan sistematik. Contohnya Masjid Nabawi yang mempunyai suffah yang digunakan untuk majelis ilmu. Lembaga ini juga menjadi semacam asrama bagi para sahabat yang tidak atau belum mempunyai tempat tinggal permanen. Mereka yang tinggal di suffah ini disebut Ahl al Suffah.
Kuttab
Kuttab didirikan oleh bangsa Arab sebelum kedatangan Islam dan bertujuan memberi pendidikan kepada anak-anak. Namun demikian, lembaga pendidikan tersebut tidak mendapat perhatian dari masyarakat Arab, terbukti karena sebelum kedatangan Islam, hanya 17 orang Quraisy yang tahu membaca dan menulis. Mengajar keterampilan membaca dan menulis dilakukan oleh guru-guru yang mengajar secara sukarela.
Rasulullah Saw juga tidak membuang-buang kesempatan untuk mencerdaskan masyarakat Madinah. Beliau sangat menyadari pentingnya kemampuan membaca dan menulis. Ketika perang Badar usai, terdapat sekitar 70 orang Quraisy Makkah menjadi tawanan. Rasulullah meminta masing-masing mereka mengajari 10 orang anak-anak dan orang dewasa Madinah dalam membaca dan menulis sebagai salah satu syarat pembebasan mereka. Dengan demikian, dalam kesempatan ini 700 orang penduduk Madinah berhasil dientaskan dari buta huruf. Angka ini kemudian terus membesar ketika masing-masing mereka mengajarkan kemampuan tersebut kepada yang lain.
Rasulullah Saw sebagai Pengembang Staf (Staffing)
Pengembangan staf (staffing) ini meliputi juga pengkaderan dan pendelegasian wewenang. Pengkaderan ini Rasulullah Saw lakukan terhadap beberapa orang sahabat yang beliau didik dalam keagamaan. Beliau juga mendelegasikan wewenang kepada beberapa orang sahabat yang telah diberinya ilmu yang mencukupi untuk menyampaikan dan mengajarkan ajaran Islam kepada mereka yang belum atau baru saja memeluk agama Islam.
Rasulullah Saw pernah mendelegasikan atau mengutus beberapa orang sebagai delegasi. Misalnya: Ja’far bin Abu Thalib diutus untuk memimpin kaum muslim yang hijrah ke Etiopia (Habasyah) dan menghadap kepada raja Negus.
Selain mengutus Ja’far bin Abu Thalib, Rasulullah Saw juga pernah mendelegasikan Mus’ab bin Umair ke Madinah (Yastrib) sebelum kaum muslim Mekkah hijrah ke Madinah, dengan tugas mengajarkan al Qur’an kepada mereka dan berbagai pengetahuan lainnya mengenai agama Islam. Pembinaan dan pendelegasian wewenang ini cukup efektif karena pada gilirannya mereka juga akan membentuk kader mereka sendiri-sendiri sehingga ajaran Islam semakin luas syiarnya.
Ketika Rasulullah Saw mengutus Ja’far bin Abu Thalib sebagai ketua delegasi umat Islam untuk menyampaikan dakwah kepada raja Najasi di Habasyah dan Mus’ab bin Umair sebagai ‘guru’ di Madinah. Bukan tanpa alasan Rasulullah Saw memilih Ja’far bin Abu Thalib dan Mus’ab bin Umair. Karena setelah dianalisis, keduanya adalah orang yang tepat untuk mengemban amanah tersebut.
Dikisahkan bahwa Rasulullah Saw mengkoordinasikan dan mendelegasikan berbagai tugas kepada beberapa sahabat sebelum pelaksanaan hijrah ke Madinah, di antaranya: Abu Bakar ditugaskan untuk menemani Rasulullah Saw, Ali bin Abu Thalib untuk tidur di kamar Rasulullah Saw, Abdullah bin Abu Bakar untuk menyampaikan berita dari Mekkah, Asma’ binti Abu Bakar ditugaskan untuk membawa bekal makanan saat beliau dan Abu Bakar berada di gua Tsur, Abdullah bin Uraiqat Al Laithi untuk penunjuk jalan, dan golongan Ansor juga ditugaskan untuk menyambut dan menjaga keselamatan golongan Muhajirin yang ikut hijrah ke Madinah.
Bukti lain, kecakapan Rasulullah Saw dalam mensinergikan berbagai potensi yang dimiliki oleh para pengikut beliau dalam mencapai suatu tujuan. Sebagai contoh dalam mengatur strategi perang Uhud, beliau menempatkan pasukan pemanah di puncak bukit untuk melindungi pasukan invantri. Beliau juga mempersaudarakan kaum Anshor dan Muhajirin dalam membangun masyarakat Madinah.
Rasulullah Saw sebagai Pemimpin (Leading)
Salah satu faktor kejayaan pendidikan Rasulullah Saw adalah karena beliau menjadikan dirinya sebagai model dan teladan bagi umatnya. Rasulullah Saw adalah al Qur’an yang hidup (the living Qur’an). Artinya, pada diri Rasulullah Saw tercermin semua ajaran Al-Qur’an dalam bentuk nyata. Beliau adalah pelaksana pertama semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya. Oleh karena itu, para sahabat dimudahkan dalam mengamalkan ajaran Islam yaitu dengan meniru perilaku Rasulullah Saw.
Sekolah atau sistem pendidikan Rasulullah Saw belum mengeluarkan pengakuan kelulusan melalui gelar atau ijazah. Nilai tertinggi murid-murid Rasulullah Saw terletak pada tingkat ketakwaan. Ukuran takwa terletak pada akhlak dan amal shaleh yang dilakukan oleh masing-masing sahabat. Dengan demikian, output sistem pendidikan Rasulullah Saw adalah orang yang langsung beramal dan berbuat dengan ilmu yang didapat karena Allah. Dengan sistem pendidikan yang demikian dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para sahabat maka lahirlah generasi yang dikenal sebagai salafusshalih yang disebut-sebut sebagai generasi Islam terbaik.
Berbagai teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh para guru leadership ditemukan para pribadi dan kepemimpinan Rasulullah Saw. Salah satu teori dikemukakan oleh Kets de Vries yang menyimpulkan dari penelitian klinisnya terhadap para pemimpin bahwa sebanyak prosentase tertentu dari para pemimpin itu mengembangkan kepemimpinan mereka karena dipengaruhi oleh trauma pada masa kecil mereka.
Rasulullah Saw mengalami masa-masa sulit di waktu kecilnya. Di usia dini beliau sudah menjadi yatim piatu. Pada usia kanak-kanak itu pula beliau harus mengembala ternak penduduk Mekkah. Di awal usia remaja beliau sudah mulai belajar berdagang dengan mengikuti pamannya Abu Thalib ke daerah-daerah sekitar Jazirah Arab.
Salah satu bukti kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ‘guru’ kepemimpinan dan manajemen modern terdapat pada diri Rasulullah Saw. Misalnya, sifat-sifat dasar kepemimpinan menurut Warren Bennis, sebagai berikut:
  1. Guiding Visoner (visioner). Rasulullah Saw sering memberikan berita gembira mengenai kemenangan dan keberhasilan yang akan diraih pengikutnya dikemudian hari. Visi yang jelas ini mampu membuat para sahabat tetap sabar dan tabah meskipun perjuangan dan rintangan begitu berat.
  2. Passion (berkemampuan kuat). Berbagai cara yang dilakukan musuh-musuh Rasulullah Saw untuk menghentikan perjuangan beliau tidak berhasil. Beliau tetap sabar, tabah, dan sungguh-sungguh.
  3. Integrity (integritas). Rasulullah Saw dikenal memiliki integritas yang tinggi, berkomitmen terhadap apa yang dikatakan dan diputuskannya, dan mampu membangun tim yang tangguh.
  4. Trust (amanah). Rasulullah Saw dikenal sebagai orang yang sangat dipercaya (al Amin) dan ini diakui oleh sahabat-sahabat bahkan musuh-musuh beliau, seperti Abu Sufyan ketika ditanya Hiraklius (kaisar Romawi) tentang perilaku Rasulullah Saw.
  5. Curiosity (rasa ingin tahu). Hal ini terbukti bahwa wahyu pertama yang diturunkan adalah perintah untuk belajar (iqra’).
  6. Courage (berani). Kesanggupan memikul tugas kerasulan dengan segala resiko adalah keberanian yang luar biasa.
Rasulullah Saw sebagai Pengawas (Controlling)
Controlling atau pengawasan adalah proses pengawasan kinerja sebuah organisasi. Caranya, dengan mengevaluasi rencana awal dan kenyataan yang terjadi. Kalau ditemukan masalah, langkah-langkah perbaikan bisa dilakukan dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu, dalam setiap pengawasan harus dibarengi dengan proses pemilihan solusi penyelesaian masalah (problem solving) yang terbaik. Dengan kata lain, pengawasan bersifat membimbing dan membantu mengatasi kesulitan dan bukan mencari kesalahan.
Sebagai salah satu bukti pengendalian Rasulullah Saw dan cara penyelesaian masalah, seperti dalam kisah berikut ini:
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ada seorang lelaki yang mempunyai masalah datang menghadap Rasulullah Saw. Ia berkata, “Ya Rasulullah, aku telah binasa.” Rasulullah Saw bertanya, “Apa yang terjadi?” Orang itu menjawab, “Saya mendatangi isteri saya di pagi hari bulan Ramadhan dan saya berpuasa.”
Memang benar ini masalah besar. Orang itu telah melakukan dosa yang sangat besar. Ia bersetubuh dengan isteri secara sengaja sewaktu berpuasa di bulan Ramadhan. Namun orang itu sungguh hebat. Ia berani mengakui kesalahannya itu di hadapan Rasulullah Saw. Lalu apa yang dilakukan Rasulullah Saw kepada orang itu?
Rasulullah Saw tidak bermuka masam atau marah. Beliau tidak memarahinya. Lelaki itu datang dengan rasa penyesalan dan ingin bertobat. Ia tidak datang dengan sikap membangkang. Ia datang berharap mendapat penyelesaian atas masalahnya.
Maka Rasulullah Saw bertanya, “Apakah kamu punya budak yang bisa dimerdekakan sebagai kafarat atas apa yang telah kamu lakukan?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah Saw bertanya lagi, “Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah Saw bertanya lagi, “Apakah engkau mampu memberi makan 60 orang fakir miskin?” Lelaki itu sekali lagi menjawab, “Tidak.”
Tiba-tiba terjadi kebuntuan. Lelaki itu tidak punya apapun yang bisa digunakan untuk membayar kafarat atas perbuatan dosanya itu. Ia terduduk pasrah atas keputusan yang akan ditetapkan Rasulullah Saw atasnya.
Tak lama kemudian, datang seseorang membawa sebakul kurma. Orang ini memberi kurma itu kepada Rasulullah Saw. Beliau memanggil lelaki yang melanggar aturan Allah itu. Kepada orang-orang yang berpuasa. Kepadanya Rasulullah Saw menyerahkan kurma itu. “Ambillah ini. Sedekahkan.” Orang itu malah bertanya, “Ya Rasulullah, apakah saya harus bersedekah kepada orang yang lebih miskin daripada saya? Demi Allah, tidak ada orang yang lebih miskin dari saya di Madinah ini.”
Mendengar itu Rasulullah Saw tertawa, beliau berkata, “Kalau begitu, berikan kurma itu untuk makan keluargamu.” Sungguh, betapa lebar senyum lelaki itu. Kafarat dosanya tertebus, keluarganya mendapat makanan.

SUMBER RUJUKAN:
Al Bukhari. Shahih Bukhari, Beirut, Libanon: Dar al-Fikr.1991
Al Ghazali, Muhammad. Fiqhus Sirah: Menghayati Nilai-nilai Riwayat Hidup Muhammad Saw. Abu Laila dan M. Thohir (terj.). Bandung: Al Ma’arif
Al Husaini, H.M.H. Al Hamid. Membangun Peradaban Sejarah Muhammad Saw, Sejak Sebelum Diutus Menjadi Nabi. Bandung: Pustaka Hidayah. 2000
_ _ _ _ _ _. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw. Bandung: Pustaka Hidayah. 2009
Al Jazairi, Abu Bakar Jabir. Muhammad, My Beloved Prophet. Jakarta: Qisthi Press. 2007
Al Mubarraqfury, Shafiyyurrahman. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al Kautsar. 2007
Al Qaradlawi, Yusuf. Al-Rasūl wa al-`Ilm. Kairo: Dar al-Şahwah. t.th
Antonio, Muhammad Syafi’i. Muhammad Saw: The Super Leader Super Manager. Jakarta: Tazkia Publising. 2009
Bennis, Warren. 1994. On Becoming a Leader. Addison Wesley: New York
Cholil, Munawwar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw. Jakarta: Gema Insani Press. 2001
Fairchild, Henry Pratt. Dictionary of Sociology and Related Sciences. New Jersey: Littlefield Adam & Co. Peterson
Ghadlban, Munir Muhamad. Fiqh al-Sirah al-Nabawiyah. Makkah: Umm al-Qura University, 1419 H
Haekal, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Pustaka Jaya. 2008
Muslim, Shahih Muslim, Beirut, Libanon: Dar hya al-Turats. 1972
Shabban, Muhammad Ali. Teladan Suci Keluarga Nabi, Akhlak dan Keajaiban-keajaibannya. Bandung: Mizan Pustaka. 2005
Syalabi, Mahmud. Kepribadian Rasulullah. Abdul Kadir Mahdami (terj.). Solo: Pustaka Mantiq. 1997
Syariati, Ali. Rasulullah Saw, Sejak Hijrah Hingga Wafat: Tinjauan Kritis Sejarah Nabi Periode Madinah. Bandung: Pustaka Hidayah. 1996
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar